Pemberantasan Rokok Ilegal untuk Efisiensi Kebijakan Cukai Rokok
Oleh: Tariska Yuli Susanti
2210101022
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk tahun 2023 dan 2024 dengan rata-rata sebesar 10%. Adanya kebijakan kenaikan CHT secara otomatis akan membuat harga rokok semakin mahal. Dampak dari kebijakan yang diambil akan memengaruhi segala aspek, baik dari sisi produsen, konsumen, dan penerimaan negara. Kebijakan kenaikan cukai rokok dapat memicu tingginya peredaran rokok ilegal di masyarakat.
Para oknum tertentu memanfaatkan tingginya harga rokok akibat kenaikan tarif CHT untuk menggencarkan bisnis rokok ilegal dikalangan masyarakat. Data menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal saat ini telah mencapai 5,5%. Persentase peredaran rokok ilegal tersebut akan mengalami kenaikan jika tidak ditangani dengan serius. Saat ini rokok ilegal telah dijadikan masyarakat sebagai alternatif untuk tetap mengonsumsi rokok dengan harga yang murah.
Data dari Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa persentase kenaikan cukai rokok terhadap konsumsi rokok dari tahun ke tahun cenderung stabil, bahkan kenaikan cukai rokok yang signifikan sebesar 16% pada tahun 2010 hanya menurunkan konsumsi rokok sebesar 0,01%. Data tersebut menunjukkan bahwa kebijakan CHT untuk mengurangi konsumsi rokok kurang efisien karena masyarakat telah mengalihkan konsumsinya terhadap rokok ilegal. Upaya masyarakat untuk mempertahankan konsumsi rokok, ditambah dengan adanya rokok ilegal yang menawarkan harga murah justru dapat menyebabkan kenaikan konsumsi rokok. Ketidakpedulian masyarakat terhadap bahaya rokok akan memicu krisis kesehatan sebagai akibat dari mengonsumsi rokok.
Kandungan rokok dapat membahayakan kesehatan manusia terlebih rokok ilegal yang tidak memiliki hasil uji lab. Setiap batang rokok mengandung 4000 jenis senyawa kimia, 400 zat berbahaya, dan 43 zat penyebab kanker yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Rokok dapat memicu sederet masalah kesehatan antara lain merusak paru-paru, penyakit lambung, impotensi, stroke, hingga risiko stunting dan kematian. Konsumsi rokok dalam jangka panjang tentu akan menjadi masalah kesehatan yang serius karena rokok menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi. Selain kesehatan masyarakat yang terancam, industri rokok juga turut dirugikan dengan adanya peredaran rokok ilegal.
Industri rokok harus meningkatkan harga jual rokok sebagai akibat dari kenaikan tarif CHT dan berbagai kenaikan biaya industri. Peredaran rokok ilegal mengakibatkan industri rokok menjadi semakin tersudut karena masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi rokok ilegal dengan alasan murah. Permintaan masyarakat terhadap rokok legal terus merosot sehingga industri rokok terpaksa harus menurunkan jumlah produksi. Kondisi tersebut mendorong industri rokok untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja. Hal inilah yang memicu protes para pekerja dan industri rokok terhadap kebijakan CHT. Tahun ini industri rokok hanya memproduksi 10,4 miliar batang dan telah mengalami penurunan mencapai 7 miliar dalam waktu lima tahun. Turunnya jumlah produksi tentu akan menurunkan konstribusi industri rokok terhadap penerimaan negara.
Peredaran rokok ilegal mengancam potensi pajak sebagai salah satu penerimaan negara yang paling besar. Penerimaan negara akan dirugikan karena rokok ilegal memiliki potensi untuk mengisi dan menggantikan rokok legal yang semakin mahal di pasaran. Temuan survei Indodata terkait jumlah konsumsi rokok ilegal adalah sebanyak 28,12% dan berdampak pada hilangnya penerimaan negara sebesar Rp 53,18 triliun. Pemerintah perlu melakukan upaya untuk menyelamatkan penerimaan negara akibat eksistensi rokok ilegal di masyarakat. Salah satu alternatif untuk mengamankan penerimaan negara adalah dengan menekankan operasi pemberantasan rokok ilegal di masyarakat.
Operasi gempur rokok ilegal yang dilakukan oleh pemerintah perlu ditekankan di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan dilakukannya operasi adalah untuk memberantas rokok ilegal sehingga meningkatkan permintaan terhadap rokok legal. Tindakan operasi pemberantasan rokok ilegal dapat dilakukan dengan berbagai metode pendekatan. Salah satu metode pendekatan yang dapat dipakai dalam pelaksanaan operasi adalah dengan upaya preventif yaitu sosialisasi terhadap masyarakat.
Sosialisasi perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat sebagai agen perubahan dalam menekan peredaran rokok ilegal. Kegiatan sosialisasi dilakukan untuk mendorong masyarakat turut serta dalam upaya memutus peredaran rokok ilegal. Pemerintah dapat melakukan sosialisasi secara langsung maupun tidak langsung yaitu dengan memanfaatkan media massa untuk mengedukasi masyarakat. Optimalisasi pemberantasan rokok ilegal tidak cukup dengan hanya dilakukan sosialisasi sebagai upaya preventif, namun upaya represif diperlukan untuk memberikan sanksi tegas terhadap pengedar rokok ilegal.
Sanksi yang diberikan oleh pemerintah harus memberikan efek jera. Pengedar rokok ilegal tidak akan berani untuk melancarkan aksinya jika pemerintah menetapkan sanksi yang berat. Sanksi yang tegas mampu menjadi sarana untuk menekan persebaran rokok ilegal. Pemerintah menetapkan sanksi administratif dan pidana untuk pengedar rokok ilegal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai. Tindak pidana dan sanksi yang lebih berat perlu diberlakukan jika peredaran rokok ilegal tetap terjadi di masyarakat dan mengganggu efisiensi kebijakan cukai rokok.
Tariska Yuli Susanti
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi
Universitas Tidar
Berita Terkini Tentang Pemberantasan Rokok Ilegal untuk Efisiensi Kebijakan Cukai RokokSebelumnya Sudah Tayang di LENSAPATI(*)com