Menjaga Stabilitas Mental Selama Pandemi Covid-19, Keluarga Sebagai Penguat Utama

1 min read

Oleh:

Mohammad Zainul Wafa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Disamping menjaga kesehatan fisik, menjaga mental agar tetap stabil sangat penting saat ini, karena penyakit Covid-19 tidak hanya menyerang fisik, melainkan juga berdampak pada kesehatan jiwa atau mental setiap individu. Tidak hanya rasa cemas, efek psikologis yang timbul pun bisa berdampak serius.

Kesehatan mental merujuk kepada kesehatan seluruh aspek tubuh seseorang, baik fisik maupun psikis, sehingga tidak heran jika pribahasa mengatakan “Mens Sana In Corpore Sano”,yakni pikiran yang kuat terdapat tubuh yang sehat. Maka menjaga stabilitas mental ini menjadi upaya dalam mengatasi stress, ketidak mampuan menyesuaikan diri, cara berhubungan dengan orang lain, serta berkaitan dengan pengambilan keputusan.

Masa pandemi sekarang ini merupakan masa penuh dengan krisis dan ketidak pastian. Banyak perubahan dan dampak yang terjadi yang bisa merusak kesehatan mental seperti cemas, ketakutan akan penyakit, pandangan negatif sebab pengaruh lingkungan, perubahan pola komunikasi, kebingungan akibat banyak informasi yang bermacam-macam, serta bosan karena ruang gerak terbatas.

Meskipun penuh dengan ketidakpastian, tetapi kehadiran keluarga akan memberi sebuah kepastian dalam diri kita. Ketika bekerja beralih dari rumah, bersekolah pun dari rumah itu membuka mata kita bahwa mutiara yang paling berharga adalah keluarga. Sehingga sangat penting bagi kita untuk mencegah terjadinya gangguan mental yang mungkin terjadi pada keluarga kita sebab situasi dan kondisi yang ada sekarang ini.

Berikut kondisi dan reaksi anggota keluarga yang banyak terjadi akibat pandemi Covid-19:

  1. Penutupan sekolah dan berbagai aktivitas lainnya bagi anak-anak menimbulkan reaksi cemas, dan tidak mau lepas dari orang dewasa.
  2. Sekolah atau kuliah dari rumah mengubah cara pandang remaja terhadap diri, sehingga timbul reaksi merasa terisolasi, terkekang, dan kecemasan karena tingginya ketidakpastian.
  3. Gelombang PHK dan tingginya pengangguran yang terjadi pada orang tua atau dewasa, memunculkan rasa hilangnya tujuan hidup, kondisi keuangan, dan masa depan.
  4. Isolasi yang semakin tinggi menjadikan kaum lansia merasa depresi dan kecemasan, serta memperburuk kondisi fisik.

Dari beberapa kondisi tersebut, langkah yang dapat dilakukan oleh keluarga untuk mengurangi resiko kerentanan dan memperkuat keluarga yaitu melihat apa yang dibutuhkan oleh anggota keluarga, mendengarkan keluh-kesah dan curhatan anggota keluarga, memberi rasa nyaman dan membantu agar menjadi tenang, melindungi dari keadaan yang lebih buruk, dan mengelola harapan atau berfikir positif.

Dengan begitu diharapkan mental atau jiwa setiap individu tetap kukuh, tidak terombang-ambing oleh keadaan supaya keharmonisan dalam kehidupan dapat terwujud, yakni mampu menghadapi problematika serta mampu merasakan kebahagiaan dan memaksimalkan kemampuan diri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *