Lindungi Sastra Lisan Banyumas, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Gandeng Pemkab
JATENG, LENSAPATI.COM
Banyumas memiliki banyak kekayaan sastra lisan dan budaya yang khas dan unik. Seiring dengan perubahan zaman, kekayaan itu makin terancam punah jika tidak ada upaya pelindungan dan pelestariannya.
Oleh karena itu, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah akan menggandeng Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan pemangku kepentingan untuk bersama-sama merevitalisasi sastra lisan Banyumas.
Hal itu dikatakan oleh Kepala Balai Bahasa Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr. Ganjar Harimansyah, saat melakukan koordinasi dan diskusi bertema Pelindungan Sastra di ruang rapat Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unsoed, Purwokerto, pada 15 Februari 2022.
“Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Inilah amanat Pasal 42 ayat 1, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan,” jelasnya.
Ganjar mengatakan, setidaknya ada dua sastra lisan di Banyumas yang kini mulai tergerus oleh perubahan zaman, yakni dalang jemblung dan tradisi maca babad. Kedua sastra lisan tersebut kini mulai jarang digunakan oleh masyarakat Banyumas.
“Nah, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah berupaya merevitalisasi sastra lisan yang cenderung mengalami kepunahan itu. Kami akan menggandeng Pemkab Banyumas dan kami akan beraudiensi dengan Bapak Bupati. LPPM Unsoed dan pemangku kepentingan yang lain tentu akan kami ajak bersama-sama melindungi sastra lisan di Banyumas,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua LPPM Unsoed, Prof. Dr. Rifda Naufalin, mengatakan bahwa Banyumas memiliki bahasa, sastra, dan budaya yang khas, yang berbeda dengan daerah lainnya. LPPM Unsoed berkepentingan untuk turut mengembangkan riset budaya dan pariwisata daerah berbasis potensi kearifan budaya lokal Banyumas.
“Kekayaan bahasa Jawa Banyumasan dan tradisi sastra lisan di Banyumas perlu dilindungi dari kepunahan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan zaman,” kata Rifda.
Koordinator Pusat Penelitian Budaya Daerah dan Pariwisata, Imam Suhardi, M.Hum. mengatakan bahwa selain dalang jemblung, terdapat sastra lisan maca babad yang mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya. Babad Pasirluhur merupakan babad tertua Banyumas yang menceritakan cikal bakal berdirinya Kadipaten (sekarang Kabupaten) Banyumas. Babad tersebut ditulis dalam bentuk kidungan dengan bahasa campuran Jawa Kuno, Sunda, dan Jawa Mataraman.
“Babad yang dilantunkan dengan tembang Macapat ini kini mulai hilang di berbagai daerah di Banyumas. Di Dusun Cibun, Desa Sunyalangu, tradisi ini mulai dihidupkan lagi oleh para tetua dan keturunan Mbah Sikun, tokoh pembaca Babad Pasirluhur,” terangnya.
Dosen FIB Unsoed, Nisa Roiyasa, menjelaskan bahwa setakat ini usaha menghidupkan kembali tradisi maca babad di Desa Sunyalangu dilakukan melalui revitalisasi budaya. Upaya revitalisasi ini, di antaranya, mendirikan Omah Maca dan mengolaborasikan teknik membaca Babad Pasir Luhur dengan metode macakanda.
“Omah Maca menjadi kantung seni dan pusat kegiatan literasi masyarakat dalam upaya transfer pengetahuan, keterampilan, dan membangun karakter generasi muda desa yang berbasis kearifan,” ungkap Nisa yang juga penggagas Omah Maca itu.
Macakanda, lanjut Nisa, merupakan seni tutur masyarakat Banyumas yang melibatkan pendengarnya. “Mereka turut berinteraksi di dalam diskusi, penjelasan, atau pergelaran disertai dengan banyolan-banyolan Banyumasan,” tandasnya.
(*)